29 Juni 2009

POTRET MANUSIA ERA GLOBALISASI


Judul : Dunia di Mata Nuim Khaiyat

Penulis : Nuim Khaiyath

Penerbit : Cakrawala Publishing

Tahun : I, Februari, 2009

Jumlah : 339 halaman

Harga : Rp 57 000,-


Resensi

Oleh: Almuttaqin/Qin Mahdy

Koran Jakarta, Rabu 04 Maret 2009

Dulu, Indonesia mengenal istilah zaman milenium, sekitar awal 2000. Rakyat yang mendengarnya seolah tersambar petir di siang bolong, karena takutnya. Banyak masyarakat awam yang khawatir akan kehilangan pekerjaan, takut tidak makan, alhasil kekhawatiran itu berimbas pada gejolak sosial kemasyarakatan yang semakin dinamis, yang menuntut terkikisnya rasa kemanusiaan dari masing-masing individu dan golongan setiap harinya, hingga hari ini.

Kini tibalah saatnya giliran globalisasi. Mungkin di antara kita sudah bosan mendengar istilah ini. Oleh para pendukungnya, globalisasi dianggap air pasang yang sudah tiba saatnya, laksana langit yang hendak runtuh, niscaya tidak akan dapat dibendung, apalagi hanya dengan dua telunjuk kecil yang hanya mampu menanggung beban secangkir kopi panas dan sebuah batang rokok.

Bagi dunia bisnis, mereka menganggap globalisasi adalah ladang baru untuk bisnis besar yang akan mencetak pundi-pundi uang yang berlimpah ruah. Karena pasar bebas akan segera diberlakukan, sehingga nantinya uang adalah menjadi kekuasaan tertinggi dari sebuah peradaban, melebihi derajat kemanusiaan sang pembuat uang itu sendiri.

Buku berjudul Dunia di Mata Nuim Khaiyath ini mengajak pembaca masuk ke dalam gagasan rumit terhadap realitas persoalan besar tentang dunia dan manusia, termasuk gejolak globalisasi. Penulis akan mepaparkan secara mengalir dan sangat renyah serta sehangat tema pembahasannya terhadap inkonsistensi dunia saat ini.

Buku ini hadir pada momentum yang tepat ketika dunia sedang mengalami pergeseran nilai yang cukup besar, baik itu dalam persoalan kemanusiaan maupun dalam kehidupan ekonomi dan politik. Karena raja kapitalis sedang mengalami krisis finansial, yakni sakit jantung yang telah berimbas kepada seluruh urat saraf dunia, temasuk Indonesia yang sedang mengalami demam panas yang cukup tinggi. Sementara itu, China yang berada di ujung sistem kapitalis yakni komunis, justru kini merupakan negara yang paling kuat secara finansial di dunia. Akankah komunisme menyelamatkan dampak robohnya jantung kapitalis? Ini adalah sebuah inkonsistensi dunia.

Di mata Nuim, dunia ini memang tak lekang dari inkonsistensi. Seperti halnya Australia yang mengharamkan hukuman mati. Namun mereka sangat menantikan dan bergembira pelaku Bom Bali segera dihukum mati. Untuk orang lain hukuman mati itu harus dilakukan, tetapi tidak untuk diri sendiri. Kebenaran akan seketika berubah menjadi buruk, dan keburukan bisa diselimuti menjadi sebuah titah Tuhan yang bijaksana.

Seperti inilah potret kemanusiaan zaman ini yang digambarkan sedemikian hidup oleh seorang Nuim yang telah lama bergumul dalam banyak golongan sosial di belahan dunia. Ia tidak hanya sekadar pandai berkata, namun ia membawa berita baik untuk perubahan. Khususnya masyarakat di negeri ini. Perubahan yang menjadikan manusia untuk lahir, memulai menapak jejak untuk menjadi manusia yang berhati dan berbudi manusia.

Tidak ada komentar: