10 Juni 2011

NGIANG KOTA TUA

Sebuah Catatan Perjalanan


Malam itu memang tak ada bintang Ay, cuma silau cahaya lampu di sekeliling kita acapkali menyipitkan mata. Senang sekali rupanya orang-orang lalu lalang mengelilingi kota ini. Kota Tua yang seharusnya berbau busuk karena banyak gedung tak terawat dan sungai dibiarkan menjadi tempat pembuangan segala yang bisa dibuang. Lagipula tak ada desir angin di sini, cuma kudengar gelak tawa dan nyanyian seniman jalanan suka mencuri obrolan kita.

Malam itu kau tampak senang sekali mengayuh sepeda berwarna pink, sepeda pilihanmu, mungkinkah penatmu seharian sudah kau gantungkan di sana semuanya? Tawamu itu sungguh membuatku bahagia, Ay.

Kau juga lahap sekali menikmati sepiring kerak telor bikinan Abang bukan orang Betawi itu. Di tengah kau menghabiskan sisa-sisa makananmu, kusentuh bahu kananmu lembut, "Ay, sebenarnya apa yang kita butuhkan di dunia ini selain Tuhan dan Rasul?"

Kau menatapku dalam, kemudian perlahan menggelengkan kepala.

"Aku membutuhkanmu untuk teman perjalananku Ay. Perjalanan dunia dan akhirat." Jawabku sambil menggenggam erat tanganmu.

Kau tersenyum.

Tidak ada komentar: