29 November 2012

Modal Emerging Economy Country



SEBAGIAN masyarakat Indonesia sudah kenal dengan Siti, gadis kecil berusia 7 tahun, tinggal di Cihara, Lebak, Banten Selatan. Ayahnya sudah lama meninggal. Ia kini hidup bersama ibunya yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani dengan upah minim. Siapa sangka gadis sekecil itu punya perasaan iba terhadap ibunya yang bekerja banting tulang setiap hari, tenaga terkuras, namun upah yang diperoleh tak mencukupi kebutuhan sehari-hari?
Siti kecil kemudian rela mengorbankan waktu bermainnya untuk menjadi pedagang bakso. Ia menjajakannya keliling kampung setelah jadwal sekolah usai. Alasannya cuma satu, ingin membantu ibunya mencukupi kebutuhan keluarga.
Tangan kanannya menenteng termos berisi kuah bakso, sementara tangan kirinya menenteng ember berisi mangkuk dan perlengkapan makan lainnya. Dengan terseok-seok ia menenteng beban seberat itu menyusuri jalan berbukit setiap hari. Bila ada pembeli, ia berhenti. Siti akan meracik baksonya. Setelah empat jam berkeliling, ia mendapat upah 2.000 perak saja. Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp1.000.
Banyak orang merasa iba melihat perjuangan Siti. Sebuah ironi masa kini, menakjubkan, sekaligus menginspirasi! Karena di usianya yang belum matang, di tengah keterbatasan ekonomi, Siti sudah melangkah lebih jauh melebihi teman-teman sebayanya yang baru memikirkan soal tambahan uang jajan dan baju baru dari orang tuanya.

Cermin Etos Bangsa
Berita tentang Siti si “Penjual Bakso" sempat membuat gempar masyarakat di Tanah Air. Lebih-lebih mereka yang aktif di situs-situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, kaskus dan kompasiana. Ada yang takjub, miris dan ada pula yang mengkritisi dengan alasan eksploitasi terhadap anak di bawah umur. Apa pun respons orang, yang paling penting: di usianya yang ke-7 Siti sudah memberikan gambaran dari keseluruhan etos bangsa, yaitu semangat menuju kemandirian ekonomi.
Kemandirian sudah lama menjadi ruh ketika perjuangan kemerdekaan mulai digerakkan jauh sebelum 1945. Bedanya, bukan Siti yang menggerakkan mereka. Pada 1923, misalnya, Perhimpunan Indonesia (PI) sudah mengeluarkan pernyataan bahwa setiap orang Indonesia harus berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai kemandirian.
Tidak hanya kalangan intelektual atau pelajar, perjuangan menuju kemandirian bangsa juga diperjuangkan oleh pengusaha yang nasionalismenya tinggi. Mereka mengidam-idamkan ekonomi Nusantara bisa mandiri. Sebut saja Syarikat Dagang Islam (SDI) di Solo yang didirikan Haji Samanhudi dan kawan-kawan. Mereka berusaha mempersatukan pedagang batik dan meningkatkan derajat pengusaha lokal di tengah hegemoni kolonial.

Serba Lengkap
Dilihat dari Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia sudah punya banyak orang andal lebih dari 3.000 ilmuwan. Beberapa ratus di antaranya adalah pakar ekonomi. Seperti sudah dijelaskan, ketika mereka ini disinergikan untuk membangun ekonomi bangsa, sebuah perubahan yang tidak mustahil bagi Indonesia menjadi emerging economy country 10-20 tahun mendatang.
Selain itu, Indonesia adalah pasar besar keempat setelah China, India dan Amerika. Indonesia punya penduduk lebih dari 240 juta jiwa. Lagi-lagi satu hal yang tidak mustahil bila produktivitas daya beli masyarakat sebanyak itu akan memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nasional.
Peluang dan modal untuk menjadi negara adidaya itu sudah dikantongi oleh Indonesia, karena Indonesia punya semuanya. Sumber daya alam tidak usah dijabarkan, karena Indonesia adalah satu-satunya negeri tersubur yang dilalui garis khatulistiwa. Indonesia adalah lumbung sumber daya nabati.
Dalam hal sumber daya energi, Indonesia punya energi yang melimpah dan beraneka. Mulai dari minyak bumi, gas alam, batubara, hingga berbagai sumber energi alternatif. Dengan energi fosilnya saja, Indonesia sudah mampu menghasilkan 6 juta barel oil per hari. Belum lagi potensi energi nonfosil Indonesia seperti panas bumi senilai 27 GW yang mencakup 40 persen potensi panas bumi dunia serta potensi tenaga air yang setara 75 GW.
Indonesia juga berpotensi besar menjadi salah satu pusat Bahan Bakar Nabati (BBN) dunia, karena memiliki biodiversitas organik yang tinggi. Tatang H Soerawidjaja, peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah mengatakan, Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, ditambah Brazil, dapat diibaratkan dengan Timur Tengah-nya BBN.
Apalagi kecenderungan masyarakat dunia beralih ke pemanfaatan bioenergy telah membuat dunia bertransisi dari perekonomian berbasis fosil (fossil-based economy) di abad 20, ke arah perekonomian berbasis nabati (bio-based economy). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dahsyat dan lahan potensial yang relatif luas memungkinkan Indonesia bisa menjadi salah satu bio-based economy dunia.
Saat ini Indonesia memang belum cocok disandingkan dengan Singapura dan China. Namun Indonesia perlahan mulai memperlihatkan produktivitasnya di kancah dunia, terutama dalam dunia ekonomi pangan. Sebagai negara yang penduduknya mayoritas Muslim tentu Indonesia memiliki keanekaragaman makanan dan minuman halal yang bila ditangani profesional, tidak saja memiliki pasar di dalam negeri, tetapi juga pasar ekspor.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Indonesia menjadi pusat produk halal dunia asalkan didukung produk yang berkualitas, bercita rasa sesuai selera pasar, serta kemasan menarik dan juga memiliki harga yang kompetitif. Industri fashion Muslim pun demikian. Sekarang model dan konten-konten yang dibuat Indonesia menjadi daya tarik luar biasa bagi industri mode di dunia. Beberapa tahun ke depan dijamin Indonesia akan menjadi pusat mode Muslim dunia.
Teknologi informasi dan internet pun tak kalah. Arnold Sebastian Egg, founder sekaligus pimpinan Tokobagus.com menyebutkan Indonesia akan menjadi pusat bisnis dunia, terutama bisnis online, khususnya e-commerce. Pernyataan Arnold Sebastian Egg tersebut tidak lepas dari posisi Indonesia yang menempati peringkat kelima sebagai negara dengan pengakses internet terbesar dunia, setelah China, India, Brazil dan Belanda.
Apalagi belakangan ini pemuda Indonesia sudah semakin kreatif, mereka mulai melirik dunia entrepreneur atau wirausaha seperti yang apa yang diupayakan oleh Siti. Namun hal ini harus ditopang penuh oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan yang rasional, obyektif, dan tidak memberatkan mereka sebagai pengusaha.

 http://www.jurnas.com/halaman/6/2012-11-27/227649

Tidak ada komentar: