13 Juni 2011

PaperPhone: Masa Depan Smartphone dan Tablet?


Setebal apa smartpone yang Anda miliki saat ini? Mampukah bersaing dengan peranti yang satu ini? Sebuah teknologi baru smartpone yang mampu masuk ke dalam saku penggunanya hanya dengan beban seperti mengantongi selembar kertas. Sejumlah produsen dunia seperti Samsung, Apple, dan HTC tengah meracik produk tersebut. Tak lama lagi mereka akan menyuguhkannya ke muka umum.

Para peneliti dari Arizona State University, Queen's University dan Amazon Kindle 2 creators Ink Corporation memang tengah bertekad untuk mengembangkan smartpone seukuran kertas tersebut. “PaperPhone” begitulah alat itu dinamai dan akan diumumkan dalam ajang Association of Computing Machinery's CHI 2011 di Vancouver, Kanada, tahun ini.

Menurut penemunya Roel Vertegaal, PaperPhone digambarkan sebagai “flexible iPhone” karena teknologinya akan mengakhiri situasi di mana tumpukan koran sering merusak pemandangan di tiap sudut kantor dan rumah. Karena semua informasi sudah tersimpan secara digital dan peranti ini dapat ditempatkan di mana saja, sesuka Anda.

Inovasi Vertegaal ini mungkin bukan perangkat e-paper pertama, namun ini bentuk yang menarik mengenai cara kerja smartphones di masa depan. Sebuah produk yang terlihat, terasa, dan bekerja seperti selembar koran interaktif yang pastinya memiliki fitur-fitur menarik.

Kelebihan PaperPhone yang patut menjadi pertimbangan produsen ialah produk ini tidak mengonsumsi energi saat tidak digunakan dan bisa memainkan musik, menyimpan buku, dan melakukan komunikasi selayaknya smartphone, bukan seperti memegang selembar perangkat dari logam.

Siap Gantikan Tablet

Vertegal mengakui pengembangan PaperPhone yang dirintis di Amerika tersebut baru bisa menuai hasil dalam jangka waktu 5-10 tahun mendatang. Walau demikian ia yakin betul produk dengan suguhan “fleksible iPhone” ini adalah wajah masa depan tablet.

Teknologi ini memang sangat memudahkan penggunanya. Cara kerjanya sama seperti tablet. Dengan tebal 0,02 milimeter atau se per sepuluh rambut, dan berat 0,29 gram atau se per tiga uang kertas penggunanya bisa dengan mudah mencatat dan menggunakan alat ini sesuka hati. Mereka tidak perlu khawatir juga kehilangan fitur-fitur menarik. "Teknologi ini akan mengubah segalanya,"jelas Roel.

Dengan demikian dalam waktu yang tidak lama lagi, Anda akan menjadi saksi era hilangnya smarphone-smartphone tebal, buku-buku bacaan dari kertas, dan buku catatan, karena era PaperPhone dengan flexible iPhone-nya telah datang. Sebuah era di mana penggunaan kertas elektronik dapat digulung untuk dimanfaatkan tanpa pengaruh tempat dan waktu dan tanpa membuang-buang kertas yang sering mengotori ruangan kerja Anda.

Oleh Almuttaqin/Qin Mahdy (BP/4/XLIII/M-J/2011)

PECUNDANG AMERIKA MENCURI "WALL STREET"


Judul Film : Limitless
Jenis Film : Thriller
Produser : Leslie Dixon, Scott Kroopf, Ryan Kavanaugh
Produksi : Relativity
Durasi : 105 Menit
Pemain : Bradley Cooper, Abbie Cornish, Robert De Niro,
Anna Friel, Andrew Howard
Sutradara : Neil Burger
Penulis : Leslie Dixon

Eddie Morra (Bradley Cooper) tokoh utama dalam film ini memang memilih nasib buruk untuk menjadi seorang pecundang. Sehari-hari tampak persis ia tidak melakukan kegiatan apa-apa. Bahkan, terlihat seperti gelandangan yang mengotori jalan-jalan Amerika. Hidupnya benar-benar rusak hingga teman-teman dekatnya meramalkan Eddie tak punya masa depan. Apalagi ia dikenal sebagai pecandu kokain.

Untungnya, kisah buruk itu segera berakhir. Pertemuannya dengan seorang sahabat lamanya membuat masa depan Eddie tiba-tiba saja berubah total. Sebab, pertemuan tak sengaja itu telah memperkenalkan Eddie Morra pada MTD-48, yaitu obat yang konon bisa memacu kerja otak sehingga ia bisa memanfaatkan 100% dari kemampuan otaknya secara brilliant.

Ternyata, janji itu bukan sekedar omong kosong. Setelah meminumnya Eddie memang berubah. Ia menjadi bisa menulis buku hanya dalam waktu satu hari saja. Ia bisa belajar bahasa asing dalam waktu sangat singkat dan tak ada hal yang tak bisa ia pelajari dalam sekejap. Eddie telah menemukan kekuatan supernya.


Eddie lantas memanfaatkan kemampuan supernya itu untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Dengan cepat pula ia berhasil menguasai Wall Street, kemudian menjual saham-saham kecil hingga bernilai jutaan dollar. Eddie pun menjadi Milyarder ternama di Amerika. Prestasinya tersebut menarik perhatian Carl Van Loon (Robert De Niro) yang mengundang Eddie untuk membantu merger broker terbesar dalam sejarah perusahaannya. Mereka juga menginginkan Eddie dapat menarik perhatian investor-investor dan bersedia melakukan apa saja untuk menjadi bagian dari NZT.

Tidak hanya demikian, perubahan hidup yang drastis dan efek samping obat misterius itu juga membuat Eddie dibuntuti sekelompok gangster misterius dan polisi yang terus mengintainya. Eddie mencoba untuk bertahan tanpa obat dalam waktu cukup lama untuk mengecoh musuh-musuhnya. Inilah yang menjadi sine menarik dalam film yang konon telah menghabiskan dana jutaan dollar ini.

Seperti kebanyakan film Hollywood, “Limitless” juga diadaptasi dari sebuah novel berjudul The Dark Fields, karya Alan Glynn. Novel ini memang tak serta-merta dipindahkan ke layar lebar. Leslie Dixon sebagai penulis skenario harus membuat interpretasi ulang dari novel yang terbit di tahun 2001 itu. Hasilnya, memang tak terlalu memuaskan dari sisi alur cerita meski di sisi lain film ini punya nilai plus.

Di zaman modern sekarang kemampuan yang dimiliki karakter utama film ini memang tak lagi jadi sesuatu yang terlalu istimewa. Apalagi di saat internet sudah jadi teman sehari-hari, mengingat jutaan informasi sudah tak terlalu 'wah' lagi. Untuk memproses sekian banyak data pun sudah bisa dilakukan oleh komputer dan fakta itu membuat film ini jadi terasa sedikit tidak relevan lagi.

Selain itu, banyak celah logika yang membuat alur kisah film ini jadi sedikit susah diterima nalar. Untungnya, kelemahan itu tertutup oleh visualisasi yang cukup menarik. Paling tidak, film ini masih cukup enak ditonton asalkan Anda tak menuntut terlalu banyak soal logika. Paling tidak, sepertinya penonton tak terlalu kecewa, terbukti dengan pendapatan film ini yang cukup mampu membuatnya bertahan di sepuluh besar box office selama 4 pekan ini.
Menariknya lagi, Bradley Cooper juga berhasil membuktikan kalau ia adalah seorang aktor yang layak dapat acungan jempol, karena Bradley berhasil menggambarkan sosok Eddie dari awal sampai akhir dengan sangat baik.

Dimuat di Majalah Nasional Berita Pajak edisi Mei-Juni 2011

10 Juni 2011

NGIANG KOTA TUA

Sebuah Catatan Perjalanan


Malam itu memang tak ada bintang Ay, cuma silau cahaya lampu di sekeliling kita acapkali menyipitkan mata. Senang sekali rupanya orang-orang lalu lalang mengelilingi kota ini. Kota Tua yang seharusnya berbau busuk karena banyak gedung tak terawat dan sungai dibiarkan menjadi tempat pembuangan segala yang bisa dibuang. Lagipula tak ada desir angin di sini, cuma kudengar gelak tawa dan nyanyian seniman jalanan suka mencuri obrolan kita.

Malam itu kau tampak senang sekali mengayuh sepeda berwarna pink, sepeda pilihanmu, mungkinkah penatmu seharian sudah kau gantungkan di sana semuanya? Tawamu itu sungguh membuatku bahagia, Ay.

Kau juga lahap sekali menikmati sepiring kerak telor bikinan Abang bukan orang Betawi itu. Di tengah kau menghabiskan sisa-sisa makananmu, kusentuh bahu kananmu lembut, "Ay, sebenarnya apa yang kita butuhkan di dunia ini selain Tuhan dan Rasul?"

Kau menatapku dalam, kemudian perlahan menggelengkan kepala.

"Aku membutuhkanmu untuk teman perjalananku Ay. Perjalanan dunia dan akhirat." Jawabku sambil menggenggam erat tanganmu.

Kau tersenyum.