27 Januari 2010

MEMBACA SITUS KORUPSI INDONESIA


Oleh :Almuttaqin/Qin Mahdy
Koran Jakarta Senin, 25 Januari 2010

Wacana korupsi bukanlah suatu hal yang baru dalam perjalanan manusia modern saat ini karena jauh sebelum Republik Indonesia ini berdiri, di berbagai belahan dunia sudah dibicarakan korupsi sebagai bentuk antisipasi dan kepedulian mereka terhadap zamannya. Sejarah mencatat, di India, 2.300 tahun lalu, korupsi telah menjadi masalah serius dengan ditemukannya tulisan Perdana Menteri Chandragupa tentang 40 cara mencuri uang negara. Demikian pula di China, bahkan di Indonesia.

Sejak Kerajaan Mataram terbentuk, mereka sudah mengenal istilah sogok-menyogok. Bahkan VOC pada abad ke-20 bangkrut akibat korupsi merajalela di tubuhnya sendiri. Hingga pada 1950-an korupsi di Indonesia telah menjadi santapan pokok orang-orang parlemen dalam menjalankan misi pemerintahannya. Korupsi ibarat pelumas yang keberadaannya menjadi begitu penting sebagai motor penggerak roda pemerintahan. Karena itu, pada saat Orde Baru bercokol, terbentuklah sistem korupsi atau yang dikenal korupsi berjamaah.

Maka, tak heran jika Bung Hatta dulu pernah mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya. Hal itulah yang seolah-olah hendak dibuktikan atau didukung oleh Ajip Rosidi dalam bukunya, Korupsi dan Kebudayaan. Tentu, bukan karena ada kemiripan kata-kata, tapi lebih pada penegasan dan penjabaran atas pernyataan tersebut berdasarkan fakta-fakta yang ia temukan selama menjadi saksi hidup atas tingkah polah bobrok pemerintah, terutama masa Orde Lama dan Orde Baru. Korupsi merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa ini.

Bukan sekadar korupsi sebagai tindak pidana kriminal, namun korupsi sebagai perilaku yang secara massal mampu mengubah karakter dan perilaku masyarakatnya. Untuk itulah hadirnya kembali buku ini dengan wajah baru menjadi penting sebagai produk analisis dari seorang saksi sejarah yang mumpuni. Di dalamnya terdapat ulasan-ulasan komprehensif 20 lebih tema tentang berbagai masalah negara dari rujukan masa silam, mulai dari permasalahan utama korupsi, kebudayaan, bahasa, hingga pendidikan yang tentunya menjadi persoalan yang sangat intim terkait kemajuan dan kemandirian bangsa untuk masa yang akan datang.

Dengan gaya penulisan yang sangat khas Ajip Rosidi, ringan tapi tidak kering, analitis dan enak dibaca, tulisan ini perlu dihargai sebagai karya yang dengan caranya sendiri memberikan sumbangsih kepada upaya mencari solusi atas persoalan bangsa yang saat ini melilit kita. Atas dasar penghormatan terhadap pendapat orang lain, buku ini adalah bacaan perenungan kepala dingin, tidak baik dibaca dengan rasa semata, apalagi dengan hati yang panas demi kenyamanan kita bersama