28 Juli 2009

DEMOKRASI UNTUK RAKYAT


Judul Buku : TAKDIR DEMOKRASI
Penulis : Anas Urbaningrum
Penerbit : Teraju - Jakarta
Cetakan : 1, Juli 2009
Tebal : 278 halaman
Harga : Rp 49.500,-

Resensi
Oleh : Almuttaqin/Qin Mahdy
Koran Jakarta, 24 Juli 2009
Takdir, seringkali muncul ke permukaan sebagai wujud dari suasana kekalahan, penderitaan dan bahkan sangat lekat dengan keputusasaan. Banyak contoh wacana takdir seperti ini bisa kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Dimana takdir telah mengambil alih kisah perjuangan hidup mereka menjadi orang-orang yang kalah, seperti banyaknya fenomena kemiskinan, pengangguran dan bahkan kata “takdir” acap kali terlontar dari mulut-mulut mereka sendiri yang mengalami keputusasaan tersebut.
Namun, dalam buku yang berjudul Takdir Demokrasi karya seorang politisi handal Anas Urbaningrum ini, takdir digambarkan dalam sosok yang sangat berbeda, tidak pesimis, dan justru menentramkan. Merupakan gambaran dari kemenangan hidup masyarakat berbangsa dan bernegara di Indonesia, yakni kemenangan sesungguhnya yang diperoleh oleh rakyat yang tidak bisa digantikan dengan nilai mata uang manapun di dunia ini. Itulah kemudian yang ia sebut sebagai takdir demokrasi.
Bolehlah kita berterima kasih kepada Reformasi yang telah bersusah-payah membuka pintu dan mengantarkan Indonesia pada takdir demokrasi saat ini, sehingga tak ada lagi ruang-ruang semu yang bisa ditutup-tutupi. Begitu pula tata kelola hidup dan kehidupan bangsa telah menjadi demikian terang dan terbuka. Kebebasan rakyat untuk bersuara pun telah menjadi penentu masa depan bangsa hari ini dan ke depan, karena hijab itu sudah dibuka lebar-lebar melalui Pemilihan Umum langsung. Dan Pemilu pada 9 April dan 8 Juli 2009 lalu telah mengokohkan Indonesia kepada takdir demokrasi yang sesungguhnya, yaitu demokrasi kemenangan untuk rakyat.
Walau masih banyak simpang siur persoalan teknis pemilihan yang belum terselaikan, namun takdir demokrasi ini seyogyanya terus kita perjuangkan, karena pesta demokrasi bukanlah tontonan pertadingan final sepak bola. Demikian juga mengelola negara, bukanlah pekerjaan menata panggung untuk sebuah pesta. Pemilu adalah langkah awal dari sebuah perjalanan panjang menjemput takdir sebuah bangsa. Tidak hanya takdir kesejahteraan lahir yang kita jemput, namun lebih penting dari itu adalah kesejahteraan utuh meliputi elemen-elemen penting yang menopang kehidupan ini.
Semua sub-sub wacana takdir demokrasi itu akan dibentangkan selebar mungkin dalam lembar-lembar buku ini, mulai dari perkara dan wacana politik yang serius seperti penyelenggaraan Pemilu, BLBI, kisruh BLT, Golput, hingga cerita yang menggelitik tentang mengurus tidurnya pejabat pun akan dipaparkan oleh penulis dengan tegas, terang, mendalam, dan tajam menusuk tanpa mengklaim atau sok monopoli.
Buku ini tak lebih adalah setitik refleksi yang muncul dari sudut-sudut perjalanan politik demokratisasi kita yang semakin dinamis. Melebur ke dalam keprihatinan ganjalan dan distorsi yang sering menyertainya. Ia hadir tak berakhir hanya sebagai takdir, tetapi lebih jauh melihat perjuangan yang telah ditorehkan oleh pemerintahan 5 tahun ini dalam mencapai demokrasi yang utuh. Dengan gaya tulisan yang khas, tenang, santun dan bijak, tak bisa dipungkiri buku ini merupakan pembelaan atau pembersihan atas isu-isu negatif yang selama ini muncul dipermukaan terhadap kinerja dan kebijakan-kebijakan pemerintahan SBY-JK yang dianggap keliru.

21 Juli 2009

DRAMA PANJANG NEGERI SERUMPUN


Judul Buku : GANYANG MALAYSIA!Penulis : Efantino F & Arifin SN
Penerbit : Bio Pustaka
Cetakan : 1, 2009
Tebal : 200 halaman
Harga : Rp 30.000,-



Resensi

Oleh : Almuttaqin/qin mahdy

Koran Jakarta, 21 Juli 2009

“Kalau Malaysia mau konfrontasi ekonomi, kita hadapi dengan konfrontasi ekonomi, Kalau Malaysia mau konfrontasi politik, Kita hadapi dengan konfrontasi politik, Kalau Malaysia mau konfrontasi militer, Kita hadapi dengan konfrontasi militer!!”

 Kutipan isi pidato presiden Soekarno yang begitu bersemangat inilah yang akan menyambut kita ketika hendak membuka lembar demi lembar halaman buku yang berjudul Ganyang Malaysia! yang ditulis oleh Efantino F dan Arifin SN ini. Sebuah buku refleksi yang cukup menggugah, sekaligus miris, menguraikan banyak dinamika hubungan antara Indonesia dan Malaysia sejak masa konfrontasi era 1960-an hingga konflik Ambalat yang belakangan ini kembali memanas.
 Jika kembali menengok sejarah masa lalu, kedua negara ini telah disatukan dalam bingkai kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Layaknya saudara kandung, mereka saling tegur sapa dalam satu bahasa yakni bahasa Melayu. Mereka saling suap-suapan dengan makanan pokok dari kebun yang sama, demikian juga sering bertukar pikiran dalam hal memajukan pendidikan bersama. Warna kulit dan postur tubuh pun mengindikasikan bahwa kedua negara ini benar-benar berasal dari satu induk yakni Melayu.
Bahkan suatu ketika pernah tercetus oleh kedua pemimpin negeri ini untuk menyatukan Indonesia dan Malaysia, namun kedatangan Eropa membuat situasi ini menjadi berbalik, Indonesia memisahkan diri karena dijajah oleh Belanda, sedangkan Malaysia menyembunyikan diri pula akibat dijajah oleh Inggris. Ini adalah titik awal yang menandakan perpecahan antara kedua negara tersebut.
 Namun, konflik yang sesungguhnya terjadi pada tanggal 16 september 1963, ketika Tengku Abdurrahman mengumumkan pembentukan Federasi Malaysia, yaitu meliputi tanah Melayu, Singapura, Sabah dan Sarawak. Oleh Soekarno keputusan itu ditolak karena dianggap merupakan proyek neokolib dari Inggris. Hingga pada waktu itu ia memutuskan diplomasi dengan Malaysia.
Keputusan presiden Soekarno itu ternyata berbuah aksi demontrasi besar-besaran yang menyerbu KBRI di Kuala Lumpur. Mereka menghina, mencaci-maki dan merobek-robek foto presiden Soekarno, termasuk Tengku Abdurrahman pada waktu itu menginjak-injak lambang kesatuan negara Indonesia.
Tak sudi dengan penghinaan tersebut akhirnya Bung Karno meneriakkan "Ganyang Malaysia!" dihadapan ribuan masyarakat yang hadir pada waktu itu sebagai bukti perlawan keras terhadap Malaysia. Ganyang Malaysia itu dilakukan bukan tanpa dasar, alasan yang paling utama adalah untuk mempertahankan harkat, martabat dan harga diri bangsa dan negara Indonesia yang telah dilecehkan. Itu adalah keputusan tepat.
Dan akhir-akhir ini konfrontasi serupa kembali memanas. Bahkan menyebar ke wilayah-wilayah lain seperti penganiayaan terhadap banyak pekerja Indonesia di Malaysia, pencurian aset budaya, dan yang paling menyesakkan dada ialah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan dari genggaman tanah air Indonesia beberap tahun lalu tanpa meninggalkan jejak-jejak perlawan yang keras seperti yang dilakukan oleh presiden Soekarno pada 46 tahun silam.
Demikianlah, buku ini layak untuk dijadikan bahan renungan untuk kita semua, terutama bagi pemimpin Indonesia yang baru terpilih. Kita harus berani menunjukkan sikap kepada Malaysia terhadap semua konfrontasi yang mereka lakukan dalam segala lini, terutama terhadap provokasi yang sering dilakukan oleh TLDM terhadap Blok Ambalat. Karena Indonesia bukanlah boneka dalam sebuah game, yang tidak bisa berbuat banyak untuk keutuhan negerinya. Indonesia adalah negeri yang besar sekaligus kuat. Dan bila perlu Ganyang Malaysia kedua wajib untuk dikumandangkan.


19 Juli 2009

APA YANG TERJADI BILA MANUSIA TIDAK ADA LAGI?


Judul Buku : DUNIA TANPA MANUSIA

Penulis : Alan Weisman

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 1, Juni 2009

Tebal : 430 halaman

Harga : Rp 70.000,-




Resensi

Oleh : Almuttaqin/Qin Mahdy


Kemampuan bereksperimen untuk membaca masa depan merupakan salah satu ciri khas manusia. Karena secara neurologis lobus frontalis manusia memang didesain untuk mampu menopang aktifitas kognitif tingkat tinggi. Dan ini sudah menjadi kebutuhan manusia itu sendiri dalam mencapai suatu titik terang atas pertanyaan dan pernyataan yang sering muncul dari problematika dunia yang dinamis dan semakin kompleks.

Seperti halnya prediksi Alan Weisman dalam bukunya yang berjudul Dunia Tanpa Manusia, ini adalah salah satu ekperiman pemikiran luar biasa di zaman ini, yang kalau tidak berlebihan bisa disejajarkan dengan gagasan Leonardo De Caprio pada puluhan abad lalu tentang ekperimen kendaraan masa depan manusia yang hari ini benar-benar telah kita buktikan kebenarannya. Eksperimen Weisman ini adalah sebuah terobosan besar yang menakjubkan tentang apa yang akan terjadi pada bumi bila manusia tidak ada lagi?

Melalui buku ini Alan Weisman ingin mengajak kita sebagai makhluk yang berfikir untuk merenung sejenak dari segala aktifitas yang membuat dunia kita menjadi demikian gerah, lalu membayangkan apa yang ada di sekitar kita saat ini. Di dunia kekinian. Mulai dari benda seperti bangunan rumah yang kita huni, kendaraan bermotor yang kita miliki, jalan-jalan yang membentang, hingga gedung-gedung tinggi yang menjulang. Lalu bayangkan semua manusia penghuni bumi ini lenyap dalam sekejap tak tersisa, dan apa yang akan tejadi? Sebuah pertanyaan yang cukup mencengangkan yang mampu membawa alam pikiran kita kepada sesuatu yang absurd namun dalam intensitas yang tidak berlebihan di dunia nyata.

Setelah kita musnahkan semua manusia, pertanyaan selanjutnya muncul adalah berapa lama kira-kira iklim akan kembali pada keadaan semula sebelum kita menghidupkan motor-motor kita? Berapa lama waktu yang diperlukan alam untuk kembali ke keadaan semula, mengembalikan taman Firdaus ke pesona dan aroma seperti sebelum kemunculan Adam atau Homo Habilis? Mungkinkah ia menghapus jejak kita, merobohkan jalan-jalan dan bangunan megah, dan mengurai begitu banyak plastik serta bahan sintetik beracun kepada dasar semula? Atau ia tidak dapat memusnahkannya?

Lalu bagaimana dengan ciptaan terbaik kita, bertahankah? Akankah ia meninggalkan jejak? Dan mungkinkah ketiadaan sumbangsih manusia kualitas planet ini menjadi berkurang, atau justru sebaliknya manusia yang telah membinasakan dirinya sendiri menuju gerbang kehancuran pusat kehidupan semesta ini?

Ini adalah sebuah tur yang sangat memikat tentunya, yang akan mampu mengisi ruang-ruang pengetahuan kita yang selama ini demikian dangkal terhadap persoalan masa depan alam yang sudah hampir memasuki dekade akhir ini. Ini adalah pendekatan yang sangat baru terhadap pertanyaan bagaimana pengaruh hubungan manusia dan planet bumi terhadap kehidupan semesta.

Narasi Weisman ini akhirnya akan mengarahkan pada penyelesaian yang cukup radikal, tapi sangat persuasif yang tidak bergantung atas lenyapnya umat manusia. Ini adalah contoh narasi nonfiksi pada tingkatan tertinggi, dan dengan menunjukkan konsep yang sangat menggoda dengan sentuhan yang menggairahkan. Ia juga dengan cermat melihat akibat yang ditimbulkan manusia terhadap planet ini dalam cara yang sangat baru.

Walau bagaimanapun melalui buku ini Alan Weisman ingin menyampaikan pesan yang sangat serius, terutama masalah pengundulan hutan, perubahan iklim dan polusi udara yang menjadi musuh besar dunia saat ini. Karena kita dan semua agama-agama mengakui bahwa zaman akhir itu memang ada, dan mungkin sudah dekat sekali, sedangkan manusia hanya mampu untuk mempercepat atau memperlambat prosesnya. Seperti kata Abdulhamid Cakmut, kita dapat memperlambat proses itu - yang baik adalah mereka yang berusaha keras memulihkan harmoni dan mempercepat regenerasi alam. (hlm 385)

MENGIKIS ANCAMAN GLOBAL WARMING


Judul Buku : Easy Green Living

Penulis : Valerina Daniel

Penerbit : Hikmah - Jakarta

Tahun : 1, April 2009

Tebal : 239

Harga : Rp 49.500,-




Resensi

Oleh : Almuttaqin/Qin Mahdy


Pemanasan global atau yang lebih dikenal global warming adalah menjadi salah satu isu utama yang tak habis-habisnya diperbincangkan masyarakat dunia belakangan ini, termasuk kita di Indonesia. Betapa tidak, momok yang paling menakutkan ini sangat berkaitan erat hubungannya dengan kemaslahatan dan keselamatan keberlangsungan hidup manusia sebagai penghuni bumi yang sudah turun temurun sejak jutaan tahun lalu. Singkatnya bumi manusia saat ini berada dalam ancaman. Seluruh negara di dunia akhirnya ambil pusing untuk ikut duduk bersama, berembuk dalam rangka mencari solusi, terlebih mengatasi fenomena perubahan iklim yang semakin tidak stabil hingga hari ini.

Tingginya panas bumi menyebabkan gunung es kutub berangsur-angsur mulai mencair. Akibatnya permukaan air laut naik dan menenggelamkan banyak pulau-pulau kecil. Badai, banjir, gelombang panas, kekeringan, hingga punahnya beberapa jenis puspa dan satwa juga menjadi bencana yang mau tak mau harus kita terima. Di Indonesia tanda-tanda itu sudah mulai tampak jelas. Seperti pergeseran musim hujan, ombak laut yang tinggi, meluasnya kekeringan di beberapa daerah, sementara sebaliknya banjir menggenang di daerah lain. Ini semua adalah bagian dari ancaman global warming yang sebenarnya patut kita waspadai. Lalu apa yang mesti kita lakukan untuk mengatasi masalah ini?

Pemerintah Australia jauh-jauh hari sudah mencanangkan beberapa misi penyelamatan bumi yaitu dengan mewajibkan ruang terbuka hijau selebar 10 hektar disetiap distrik dan 1,5 hektar di setiap blok atau apartemen. Pemerintah Australia juga menerapkan peraturan tegas mengenai penanggulangan sampah. Karena sampah termasuk komoditas yang cukup besar penyumbang gas rumah kaca.

Sementara Alnord - gubernur bagian Kalifornia – akan memberlakukan UU Sejuta Atap Matahari. Dengan pemberlakuan UU ini konon, 3 ribu Megawatt tambahan energi bersih akan tersedia dan efek rumah kaca menjadi berkurang 3 juta ton, hal ini sama dengan menghapus 1 juta ton mobil dari jalanan. Program hemat energi dan pelestarian lingkungan di kota ini merupakan program yang paling agresif diantara banyak negara di dunia. Kemudian, sebagai manusia Indonesia kita bisa melakukan apa untuk menyelamatkan bumi?

Valerina Daniel dalam bukunya yang berjudul Easy Green Living ini tidak mau ketinggalan, ia menawarkan kepada kita semua berbagai kiat-kiat yang bisa kita lakukan sebagai wujud tindakan penyelamatan bumi. Dengan kemasan ala Valerina buku ini mengajak semua golongan, baik itu orang tua, remaja, maupun anak-anak untuk melakukan tindakan-tindakan preventif yang sejatinya sangat sederhana. Seperti contoh memilih sampah rumah tangga, memilih kendaraan yang ramah lingkungan, membawa tas belanja sendiri, membawa bekal ke tempat kerja, memilih tempat berlibur yang murah dan menyenangkan, dan masih banyak tips-tips lainnya yang patut kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyongsong kehidupan dunia yang lebih baik. Walau terlihat Easy namun berawal dari tindakan-tindakan kecil ini lah semua hal-besar dapat diciptakan.

Tidak hanya tips-tips, di dalam buku ini kita juga akan menemukan berbagai kisah inspiratif Valerina dalam kiprahnya selama menjadi Duta Lingkungan dan reporter, mulai dari kisah naik perahu yang baling-balingnya tersangkut sampah di Muara Angke, hingga persoalan salah kaprah pandangan anak-anak sekolah tentang efek rumah kaca yang akan mampu membuat pembaca tergelitik.

Buah karya seorang Duta Lingkungan sekaligus mantan reporter salah satu stasiun televisi Indonesia ini layak dimiliki oleh setiap keluarga atau pribadi yang mengaku sebagai warga negara Indonesia. Karena topik serius ini oleh Valerina disampaikan dalam bentuk yang demikian populer, sederhana, bercerita, mendidik dan sekaligus mudah dipahami dengan tips-tipsnya yang aplikatif. Dengan menjalankan tips-tips tersebut berarti kita telah melakukan satu kebaikan untuk semesta, terutama manusia dunia, dan lebih-lebih untuk kehidupan generasi penerus kita nantinya. Karena misi penyelamatan lingkungan adalah misi kita bersama, bukan misi golongan atau sekelompok elit yang memiliki kepentingan. Bumi memang sedang dalam bahaya, namun tangan-tangan kecil manusia lah akan mampu menepis semua bahaya-bahaya itu.

17 Juli 2009

JANGAN SALAHKAN SEMUANYA PADA TERORIS

Untuk sahabatku Marriott dan Ritz-Carlton

Oleh : Qin Mahdy


2003 Marriott, 2009 hotel Marriott lagi bersama seorang saudara sepupu dekatnya hotel Ritz-Carlton di kuningan kena sasaran bom berkekuatan tinggi yang cukup menewaskan 9 orang dan sedikitnya 55 lainnya luka-luka. Sebagai anak manusia saya turut berduka atas terjadinya tragedi berulang ini. Saya mengutuk, sekaligus mengecam semua tindakan yang tidak manusiawi.

Namun, di sisi lain saya melihat bom itu perlu koq ada di Indonesia. Ibarat sebuah tamparan, yang mampu membangunkanku kala sedang asyik melamun ria, atau ibarat seguyur air kala aku sedang tertidur lelap hingga lupa shalat subuh, itulah filosofi bom menurut hemat saya.

Ledakan semacam itu mesti ada sebagai peringatan ketika Indonesia sedang asyik erlena oleh pesta demokrasi yang baru beberapa hari ini selesai dilaksanakan yang berbuah carut-marut di sana-sini. Akhirnya semua mata tertuju pada Pemilu. Pemulung ribut pemilu, tukang bakso ngoceh pemilu, dosen juga berbicara pemilu, televisi terus updet Pemilu, demikian juga aparat keamanan menjaga ketat pesta demokrasi besar ini, namun penjagaan di lini lain bolong dan lemah, toh teroris sampai masuk hotel bintang 5, coba, apa itu gila...

Daaaar!!!

Duuuaaaar!!!

Itulah gamparan yang pas untuk membangunkan aparat-aparat yang sedang terlena, yang tidak konsisiten menangani keamanan menyeluruh di negeri ini. Dan saya yakin setelah peristiwa ini mata mata mereka bakalan melek sebesar biji gajah hingga malam telah berkabut gulita,, kemudian mereka bergumam,

"Ternyata masi ada teroris ya di Jakarta!"

Rasa aman itu memang perlu, namun keamaan yang sesungguhnya tidak akan pernah kita capai, apalagi di negeri yang selebar Indonesia ini. Lagipula definisi keamanan kita berbeda dengan yang dipahami oleh makhluk bernama teroris. Karena itu waspada itu menjadi perlu, jangan sampai lagi kita, khususnya aparat penegak keamanan baru mencari payung setelah hujan sudah reda.

03 Juli 2009

HILLARY BUKAN PEREMPUAN BIASA


Judul Buku : HILLARY

Penulis : A. Bahar

Penerbit : Penebar Swadaya-Jakarta

Cetakan : 1, 2009

Tebal : 188 halaman

Harga : 48.000


Resensi
Oleh : Almuttaqin/Qin Mahdy

Koran Jakarta, 02 Juli 2009


Dewasa ini sangat sedikit sekali kita temukan sosok perempuan yang luar biasa, yang tidak hanya berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dimana ia tinggal, tetapi lebih jauh merunut pada tataran kehidupan universal dan dunia perpolitikan bangsa-bangsa. Apalagi di Indonesia, karena sejatinya perempuan-perempuan kita lebih banyak yang memilih mengkultuskan dirinya sebagai orang nomor dua setelah laki-laki, sehingga dalam hal apapun mereka seolah-olah tak ingin menjadi yang terdepan sebagai penentu kebijakan-kebijakan yang selayaknya dihormati. Mereka lebih memilih menjadi domba-domba daripada menjadi sang gembala yang memiliki domba.

Namun, diantara yang sedikit itulah nama Hillary pantas masuk ke dalam daftar perempuan yang berpengaruh di dunia saat ini. Ia telah mendobrak segala kegelisahan panjang perempuan-perempuan dunia atas kultus dirinya sebagai orang nomor dua tersebut, sehingga ia dalam sejarah Amerika Serikat bukan hanya sebagai istri Presiden, tetapi disamakan dengan tokoh perempuan lain yang cukup legendaris, seperti Elenor Roosevelt (istri Presiden Roosevelt) dan Naomi yang vokal dalam menyuarakan tentang isu-isu kesenjangan dunia.

Hillary yang dikenal dengan performa apa adanya lahir dari keluarga sederhana. Namun, nasib telah mengantarkannya menjadi Ibu gubernur Arkansas sejak tahun 1979 hingga 1992. Kemudian cukup lama ia menjadi Ibu Negara pada periode pemerintaha Bill Clinton, 1992-2000. Namanya terus melambung tak terhenti sampai di situ, pada tahun 2000 ia terpilih menjadi Senator AS asal New York yang dikenal hangat oleh rakyat Amerika hingga berakhir masa jabatannya pada 2008.

Namun, di balik karir yang gemilang tersebut tentu ada kerikil tajam yang selalu mengganggu dan berusaha menunda perjalannya. Demikianlah muncul Monica Lewinsky menjadi batu sandungan yang sangat besar bagi Hillary. Bagaimana ia harus menjelaskan perasaan seorang wanita yang menyandang posisi sebagai ibu negara di hadapan publik atas peritiwa skandal yang dialami suaminya. Hanya wanita yang sangat tegar seperti Hillary saja yang mampu menyelesaikan dan melewati masalah seperti ini.

Batu sandungan bukan hanya itu, karena ketika titik terang dunia perpolitikannya mulai tersibak untuk menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat, Barack Obama adalah penghalang terbesar yang telah berhasil menyingkirkannya dari kursi pencalonan Presiden dalam pemilihan capres Partai Demokrat tahun 2008 lalu.

Inilah buku sederhana yang bercerita cukup mengalir, mengupas banyak hal tentang hiruk-pikuk kehidupan Hillary Clinton yang dikenal bijaksana dalam kepahitan cinta, berjiwa besar dalam menerima kekalahan dan inovatif dalam berdiplomasi. Buku ini tidak hanya bercerita tentang karir politik Hillary, tapi mencabang pada persoalan sikap, etika dan bagaimana berpolitik yang baik, kemudian jender, persoalan keluarga, cara mendidik anak yang baik, hingga kisah cinta dan lamaran Clinton yang ditolak berkali-kali oleh Hillary saat masih remaja yang akan mampu menyihir pembaca menjadi tertawa.